KASUS PERETASAN SITUS PANDI OLEH SEPASANG BOCAH KEMBAR PONOROGO

KRONOLOGI KASUS   :
Peretasan situs Pengelola Nama Domain Indonesia (PANDI) terjadi pada tahun 2010 oleh sepasang bocah kembar  berinisial DBR dan ABR. Bocah kembar kelahiran tahun 1994 ini berasal dari Dusun Ploso Jenar, Desa Sumoroto, Kec. Kauman, Kab Ponorogo, Jawa Timur. Bocah kembar ini merupakan siswa lulusan program Kejar Paket C.

Ketua PANDI bidang Sosialisasi dan Komunikasi, Sigit Widodo mengakui saat itu sistem PANDi sedang burung sehingga rentan dibobol. DBR dan ABR masuk ke system PANDI pada tahun 2010.  Setahun kemudian, pengelola sistem PANDI menyadari sistem keamanannya rusak. Pandi pun melaporkan ke divisi Cyber Crime Kementrian Komunikasi dan Informatika. 

Mereka masuk ke system PANDI namun tidak merusak. Mereka hanya menduplikasi nama domain dan diaktifkan secara illegal tetapi tidak dikomersilkan (dijual). Domain – domain yang telah mereka aktifkan juga tidak pernah diisi apa – apa.
Mereka melakukan pembobolan situs PANDI hanya memanfaatkan fasilitas gratis dari Mozilla, mereka menggunakan software tamper data (plug – in gratis Mozilla).


TINDAK HUKUM     :
Kasus peretasan situs PANDI ini sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 2010, namun baru disidangkan kembali pada tahun 2014.
Hakim di pengadilan Ponorogo mendakwa dua tersangka dengan dakwaan Primair pasal 48 (1) jo pasal 32 (1) uu no.11/2008 tentang informasi dan transaksi elektronik jo pasal 55 (1) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 8 tahun penjara dengan denda maksimal Rp2 miliar. Juga dakwaan subsidair 46(1) jo pasal 30(1) uu 11/2008 jo pasal 55 KUHP dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda Rp600 juta.

ANALISA KASUS   :
  # Menurut analisa saya, kasus peretasan situs Pengelola Nama Domain Indonesia ini tergolong cyber crime dalam jenis Unauthorized Access to Computer System and Service, karena kedua bocah kembar tersebut memasuki sistem Pengelola Nama Domain Indonesia tanpa seizin atau tanpa sepengetahuan pemiliknya.
   
   # Kasus peretasan ini juga bisa di kategorikan ke dalam jenis cyber crime sebagai tindak kejahatan abu – abu, karena pelaku melakukan  pembobolan situs tetapi tidak merusak sistem.

# Menurut hakim, tersangka mendapat dakwaan Primair pasal 48 (1) jo pasal 32 (1) uu no.11/2008 tentang informasi dan transaksi elektronik jo pasal 55 (1) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 8 tahun penjara dengan denda maksimal Rp2 miliar. Juga dakwaan subsidair 46(1) jo pasal 30(1) uu 11/2008 jo pasal 55 KUHP dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda Rp600 juta.

Namun jika di lihat dari kronologi kasusnya, dakwaan tersebut terlalu berlebihan untuk anak di bawah umur seperti ABR dan DBR, mengingat tersangka tidak mendapatkan pendidikan secara formal melainkan hanya siswa lulusan pendidikan program kejar paket C. kedua bocah kembar ini juga melakukan pembobolan hanya melalui software gratisan dari Mozilla dan mereka tidak melakukan perusakan terhadap sistem. 
Pembobolan ini justru dirasa membantu pengelola sistem PANDI dalam menemukan celah ketidaksempurnaan sistem dan dapat segera dilakukan  perbaikan sistem.
Alangkah baiknya jika pelaku di berikan hukuman yang sifatnya lebih mendidik melihat potensi anak di dunia IT sangat mumpuni.


0 komentar:

Posting Komentar